Sabtu, 31 Januari 2015

Perjalanan Singkat Di Seputar Pegunungan Kapur Utara

    Pegunungan Kapur Utara merupakan pegunungan yang memanjang di utara Pulau Jawa, dari Pati (Jawa Tengah) hingga Lamongan (Jawa Timur) dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Untuk akhir pekan ini, saya akan melakukan perjalanan singkat di 4 kabupaten yang berada di sekitar Pegunungan tersebut, yaitu Blora, Rembang, Tuban dan Bojonegoro. Kebetulan teman saya meminjamkan sepeda motornya untuk  saya pergunakan di perjalanan kali ini. Dengan perkiraan total jarak tempuh hanya sekitar 250 km, maka saya merencanakan perjalanan ini tuntas dalam satu hari.
rute perjalanan
Sabtu / 31 Januari 2015
    Awan mendung yang menyelimuti sabtu pagi ini tidak menyurutkan keinginan saya untuk memulai perjalanan. Tidak banyak perlengkapan yang saya bawa, hanya peralatan kunci-kunci, makanan dan minuman ringan, serta jas hujan untuk mengantisipasi jika kehujanan di perjalanan. Setelah mandi dan sarapan, saya berpamitan dengan orangtua dan memulai perjalanan sekitar pukul 7:30. Dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam, saya berkendara menuju kota Blora yang berjarak sekitar 32 km dari Cepu. 
    Rintik gerimis mengiringi perjalanan ini saat saya melintasi hutan jati selepas gapura perbatasan Cepu - Sambong. Kondisi jalan yang saya lalui bervariatif di Kecamatan Sambong, ada beberapa bagian jalan yang rusak bergelombang dan ada beberapa bagian jalan yang telah diperbaiki. Lalu lintas tidak begitu padat karena sudah lewat jam sibuk warga yang berangkat beraktivitas. Setelah berkendara sejauh 12 km saya berhenti di Bruk Brosot. Bruk Brosot merupakan jembatan rel kereta api yang melintas di atas jalan utama Cepu - Blora. 
selepas perbatasan Cepu - Sambong
Bruk Brosot
 
    Jembatan yang dibangun sejak jaman Hindia Belanda ini, beberapa tahun yang lalu masih difungsikan untuk jalur kereta api wisata (kereta uap kuno) oleh Perhutani. Namun jembatan ini mengalami kerusakan setelah tertabrak truk yang melebihi ketinggian jembatan, sehingga tidak dapat digunakan. Sekarang jembatan ini diperbaiki kembali dan terlihat di kedua sisi jembatan ditambahkan mekanisme angkat, yang akan dinaikkan ketinggiannya saat tidak digunakan dan akan diturunkan  saat kereta uap melintas saja. Mekanisme angkat ini dapat dioperasikan dengan manual. Untuk sementara jembatan ini masih belum bisa digunakan karena belum terpasangnya rel dan bantalan di jembatan tersebut.
salah satu sisi jembatan
mekanisme angkat pada bawah jembatan

    Setelah puas melihat-lihat mekanisme angkat Bruk Brosot, saya melanjutkan perjalanan menuju Kota Blora. Terlihat rimbun daun pohon jati di sepanjang kiri dan kanan jalan yang menghijau kembali setelah memasuki musim penghujan. Tidak terasa 30 menit saya berkendara melewati Kecamatan Jiken dan Jepon hingga tiba di pusat Kota Blora pada pukul 8:20. Setelah berhenti sebentar di sebuah minimarket untuk membeli minuman ringan, saya langsung menuju Museum Mahameru yang berada di area Taman Rekreasi Tirtonadi.
kawasan hutan jati
memasuki Kota Blora

    Saat saya tiba di lokasi, museum terlihat sepi. Hanya ada pengurus museum dan pengurus taman rekreasi saja. Tidak ada pungutan biaya untuk memasuki museum yang hanya tutup pada hari minggu ini. Saya hanya meminta izin kepada petugas museum untuk melihat-lihat koleksi museum 2 lantai ini. Di lantai atas museum ini memajang fosil-fosil hewan purba, arca, keramik, keris, mata tombak dan uang-uang kuno. Sedangkan lantai bawah memajang gerabah, lukisan, wayang krucil, tombak, serta peralatan-peralatan kuno yang antik. 
beberapa arca yang terletak di lantai atas
keris dan keramik di salah satu sudut museum
lukisan dan pecahan gerabah di lantai bawah

    Keseluruhan benda-benda yang disimpan di Museum Mahameru berasal dari pelosok Kabupaten Blora, termasuk juga fosil-fosil hewan purba. Menurut petugas museum, fosil-fosil hewan purba kebanyakan ditemukan di Kecamatan Kradenan yang berada dekat aliran Sungai Bengawan Solo. Fosil-fosil yang ditemukan diantaranya kepala kerbau purba, tempurung kura-kura, gading gajah purba serta tulang-tulang hewan purba lainnya. Kata petugas museum, dulu pernah ditemukan fosil gajah purba yang relatif utuh di Kradenan dan sekarang fosil tersebut disimpan di Museum Geologi Bandung. Replika fosil gajah purba tersebut dapat kita lihat di sebelah utara alun-alun Blora.
fosil gading gajah
fosil kepla kerbau purba

    Hampir 30 menit saya berada di Museum Mahameru, kemudian saya berpamitan dengan petugas museum dan berterima kasih telah diizinkan mengunjungi museum. Selanjutnya saya melanjutkan perjalanan ke arah utara menuju Kabupaten Rembang. 10 km pertama meninggalkan Kota Blora jalan relatif landai. Jalan mulai berliku-liku saat memasuki Kecamatan Bulu (Rembang) yang berada di punggung Pegunungan Kapur Utara. Setelah 20 km meninggalkan Kota Blora saya menjumpai sebuah gapura warna ungu bertuliskan Makam R.A. Kartini di sebelah kiri jalan.
jalan utama Blora - Rembang
gapura Makam R.A.Kartini

    Sekitar 350 meter dari gapura inilah pahlawan emansipasi wanita R.A.Kartini dimakamkan bersama suaminya K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan Bupati Rembang saat itu. Di lokasi ini juga terdapat makam-makam keluarga Bupati. R.A. Kartini yang merupakan putri dari Bupati Jepara dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Beliau meninggal pada tanggal 17 September 1904 dan ditetapkan sebegai Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada tanggal 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno.
area makam R.A.Kartini dan keluarga suaminya
penetapan gelar pahlawan

    Tidak begitu lama berada di area Makam R.A.Kartini, saya melanjutkan perjalanan menuju Kota Rembang yang berjarak sekitar 20 km. Hanya 30 menit berkendara menyusuri jalan utama Blora - Rembang yang lalu lintasnya tidak begitu padat, sayapun tiba di pusat Kota Rembang. Di pusat Kota Rembang ada beberapa tempat wisata yang dapat dikunjungi seperti Pantai Dampo Awang dan Museum R.A.Kartini. Pantai Dampo Awang (TRP Kartini) terletak di sebelah barat Kantor Bupati Rembang. Sedangkan Museum Kartini terletak sekitar 100 meter sebelah timur alun-alun Rembang.
memasuki pusat Kota Rembang
Museum R.A.Kartini

    Saya tidak mengunjungi kedua tempat ini dan hanya istirahat di sekitar alun-alun saja sambil melihat posisi di google map. Terlihat di google map sebuah pantai yang cukup panjang antara Kota Rembang dan Lasem membuat saya penasaran. Sekitar pukul 10:50 saya melanjutkan perjalanan  ke arah timur menuju pantai tersebut. Pantai tersebut hanya berjarak 10 km dari Rembang dan 500 meter masuk dari jalan utama pantura ke utara melewati jalan tanah di antara kolam-kolam tambak. Dengan membayar uang parkir Rp.2.000,- saya memasuki area pantai yang bernama Pantai Karang Jahe.
alun-alun Rembang
 

    Terlihat banyak pengunjung yang menikmati suasana pantai siang ini. Kebetulan air laut sedang surut sehingga pantai terlihat lebih luas. Pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang pinggir pantai dimanfaatkan pedagang sebagai tempat untuk menjajakan dagangannya yang berupa makanan dan minuman ringan. Pantai yang terlihat sangat panjang membuat saya penasaran untuk menyusurinya. Akhirnya saya putuskan untuk menyusuri pantai tersebut dengan sepeda motor.
    Tidak terasa sulit untuk mengendarai motor di atas pantai yang berpasir halus dan padat ini. Setelah sekitar satu kilometer saya pun berhenti untuk sekedar menikmati  suasana pantai, serta menikmati pemandangan yang tidak membosankan. Jauh di sebelah timur terlihat jelas bentangan kaki Gunung Kajar meski bagian puncaknya tertutup mendung. Sementara di sebelah barat terlihat samar Gunung Muria yang diselimuti kabut tipis. Menjelang tengah hari saya memutuskan melanjutkan perjalanan menyusuri jalur pantura ke arah Tuban.
    Saya hanya berhenti sejenak di sebuah SPBU untuk mengisi bahan bakar sebelum memasuki kota Lasem. Lalu lintas yang ramai lancar membuat saya semangat untuk terus memelintir handle gas melewati kota Lasem. Pada pukul 12:15 saya tiba di Desa Bonang Sluke serta singgah di Pasujudan Sunan Bonang untuk istirahat dan sholat. Menurut cerita di lokasi ini terdapat batu yang dipakai untuk sujud Sunan Bonang dan membekas hingga kini. Saya harus menaiki mungkin sekitar ratusan anak tangga untuk sampai di lokasi ini. Terlihat banyak peziarah singgah di situs bersejarah ini.
    Sesampainya di atas saya melihat beberapa bangunan, termasuk sebuah mushola yang juga digunakan untuk menyimpan batu Pasujudan Sunan Bonang. Di sebelah utara mushola juga terdapat bangunan Makam Putri Cempo. Tidak tahu pasti cerita tentang Putri Cempo ini karena ada beberapa versi cerita berbeda yang pernah saya baca. Setelah sholat dan puas berkeliling saya kembali menuruni anak tangga untuk melanjutkan perjalanan. Ternyata tidak jauh dari Pasujudan juga terdapat Makam Jejeruk Sulthon Mahmud, namun karena keterbatasan waktu saya mengurungkan niat mengunjunginya.
    Saya pun kembali menyusuri jalur pantura ke arah Tuban. Kondisi cuaca yang teduh dan pemandangan yang bagus membuat perjalanan ini tidak terasa membosankan. Di sisi kiri terhampar Laut Jawa yang sangat luas, sedangkan di sisi kanan terlihat perbukitan kaki Gunung Kajar.  Sesekali saya berhenti untuk mengambil photo pemandangan di pinggir jalan. Tidak terasa saya berkendara melewati kecamatan Kragan dan memasuki kecamatan Sarang. 
    Sebuah tumpukan balok kayu di tepi jalan menyita perhatian saya dan saya pun berhenti sejenak. Terlihat dua orang mengangkut balok-balok tersebut menggunakan gerobak yang ditarik kendaraan beroda tiga. Kemudian saya mengikuti arah mereka mengangkut kayu tersebut dan setelah mengikuti sejauh 200 meter dari jalan utama terlihatlah deretan kapal kayu yang masih dalam proses pembuatan. Ternyata tumpukan kayu balok di tepi jalan merupakan bahan baku pembuatan kapal-kapal tersebut.
    Terlihat beberapa pekerja sedang bekerjasama mengangkat dan menyusun bagian-bagian kapal. Saya mencoba bertanya kepada salah seorang pekerja dengan menggunakan bahasa Jawa. Ternyata beliau tidak paham perkataan saya dan mengaku bahwa semua pekerja di sini merupakan orang Makassar, Sulawasi Selatan. Menurut penuturannya untuk membuat satu buah kapal dibutuhkan waktu paling cepat 4 bulan, jika material tersedia. Sementara kayu untuk bahan pembuatan kapal didatangkan dari luar Jawa, di antaranya dari Sorong Papua.
    Setelah puas bertanya-tanya dan melihat proses pembuatan kapal tersebut, saya pun kembali melanjutkan perjalanan. Ternyata tidak hanya satu tempat itu saja lokasi pembuatan kapal, banyak saya jumpai lokasi pembuatan kapal lain sepanjang perjalanan hingga gapura perbatasan provinsi Jawa Tengah - Jawa Timur. Sekitar pukul 13:55 saya tiba di gapura perbatasan dan berhenti sejenak untuk istirahat. Gapura perbatasan tersebut terlihat unik dan berbentuk candi. Di sisi Jawa Tengah bentuknya mirip stupa candi Borobudur, sedangkan di sisi Jawa Timur berbentuk mirip candi Penataran.
    Jarak antara gapura perbatasan dengan kota Tuban sekitar 48 km. Karena gerimis mulai mengguyur, saya pun bergegas melanjutkan perjalanan dan menambah kecepatan sepeda motor. 25 kilometer sebelum kota Tuban terlihat dua pabrik semen berdiri, Semen Gresik dan Semen Holcim. Setelah melewati kedua pabrik itu, saya memasuki kawasan hutan jati sekitar 8 km dan kembali ke kawasan pesisir pada sisa perjalanan menuju pusat kota Tuban.

BERSAMBUNG....

4 komentar: