Minggu, 11 Januari 2015

Menyusuri Sejarah Di Kota Surabaya #2

Minggu, 11 Januari 2015
    Minggu pagi Ekak kembali menemani saya untuk berkeliling di Surabaya. Seusai sholat subuh dan mandi kami langsung berangkat ke pusat Kota Surabaya. Suasana pagi yang cukup cerah dengan lalu lintas yang tidak terlalu ramai membuat kami santai menyusuri jalanan kota. Kebetulan di beberapa jalan utama kota diadakan "Car Free Day" (hari bebas kendaraan) dan ditutup untuk kendaraan bermotor, sehingga kami harus mencari jalan untuk menghindari lokasi tersebut. Terlihat di sepanjang jalan banyak warga Surabaya menikmati minggu pagi dengan bersepeda.
jalan ditutup untuk "Car Free Day"

warga Surabaya menikmati hari munggu dengan bersepeda


    Kami melewati Jl.Yos Sudarso, di mana terdapat Patung Jenderal Soedirman yang membelah jalan satu arah ini. Patung ini merupakan bentuk penghargaan kepada Jenderal Soedirman atas  semangat perjuangannya mempertahankan tanah air. Di belakang atau di sebelah utara patung, berdiri gedung Balai Kota Surabaya yang mulai dibangun pada masa kolonial Belanda. Gedung 2 lantai dan beratapkan genteng berwarna merah tersebut digunakan sebagai pusat administrasi pemerintah Kota Surabaya.
Patung Jenderal Soedirman membelah Jl.Yos Sudarso
Balai Kota Surabaya

    Selanjutnya Ekak mengajak saya mencoba Sate Klopo di Jl.Walikota Mustajab (Jl.Ondomohen). Bentuk dan cara memasaknya hampir sama dengan sate lainnya, hanya saja sate ini dibalut parutan kelapa pada luarnya. Banyaknya pengunjung di tempat yang cukup terkenal legendaris tersebut membuat saya penasaran untuk mencobanya. Kami hanya memesan 1 bungkus saja, karena saya ingin mencari dan mencoba makanan khas Surabaya yang lain yaitu Lontong Balap.
sate klopo Jl.Ondomohen

     Kami pun mencari lokasi penjual Lontong Balap di kawasan Tugu Pahlawan dan akhirnya menemukannya di Jl.Indrapura sebelah utara Gedung DPRD. Lontong Balap merupakan salah satu makanan khas Surabaya yang terdiri dari irisan lontong, tauge rebus, tahu goreng, lentho, sambal dan di siram kuah kaldu. Kami menikmatinya dengan beberapa tusuk sate kerang yang merupakan pasangan  Lontong Balap, sekaligus mencoba sate klopo yang kami  beli sebelumnya. Kurang tahu pasti asal nama Lontong Balap ini, yang menurut penjualnya nama tersebut sudah turun menurun.
penjual lontong balap
Lontong Balap

    Tanpa membuang banyak waktu, seusai makan kami langsung menuju Jembatan Merah yang menghubungkan Jl.Rajawali dan Jl.Kembang Jepun. Jembatan ini menjadi saksi terbunuhnya pimpinan tentara Inggris Brigadir Jendral A.W.S.Mallaby, yang ikut memicu serangan besar-besaran Inggris ke Surabaya pada 10 November 1945. Sesuai dengan namanya jembatan ini berwarna merah. Di sekitar Jembatan Merah terdapat gedung-gedung tua yang dulunya merupakan pusat perniagaan dan sekarang masih kokoh berdiri.
Jl.Rajawali
Jembatan Merah dan Kembang Jepun di seberang

    Ada Gedung Cerutu dan Gedung Internatio yang berada di sebelah barat Jembatan Merah. Gedung Cerutu mempunyai bentuk bangunan utama yang simetris, hanya saja terdapat satu menara di bagian timur yang menyerupai cerutu. Gedung ini pernah digunakan sebagai kantor Said Bin Oemar Bagil / Bank Bumi Daya (BBD) tahun 1916. Sedangkan Gedung Internatio pernah menjadi markas tentara sekutu Inggris di Surabaya. Gedung Internatio atau Internationale Crediten Handelvereeniging dulunya merupakan salah satu tempat pengelolaan perdagangan di masa penjajahan Belanda.
Gedung Cerutu dengan menara khasnya
Gedung Internatio (warna putih lis merah)

    Selanjutnya kami menuju ke kawasan Tugu Pahlawan. Di Jl.Bubutan, Jl.Kebon Rojo dan Jl.Pahlawan yang berada di sekitar Tugu Pahlawan cukup ramai oleh para pengunjung  dan pedagang yang berjualan setiap hari minggu saja. Berbagai macam barang kebutuhan dijual di sini, mulai dari pakaian, mainan, peralatan rumah tangga dan lainnya yang harganya lebih murah dibandingkan harga di pusat perbelanjaan. Ekak pun menyempatkan berbelanja sebentar di kawasan ini. 
Jl.Bubutan
berbelanja di Jl.Pahlawan

    Di sepanjang Jl.Pahlawan sendiri ada beberapa gedung warisan kolonial yang masih berdiri, seperti Gedung Bank Mandiri yang dulunya bernama gedung Lindeteves dan pernah menjadi bengkel militer Jepang. Berjalan kearah selatan kita akan menjumpai kantor  unit pelaksana teknis Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) yang dibangun tahun 1912 dan di sebelahnya berdiri kantor PT.PELNI yang pernah dijadikan Jepang sebagai kantor berita Domei. Kembali berjalan ke arah selatan kami melewati bawah jembatan rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Pasar Turi dengan Stasiun Semut yang berada di sebelah timur Kali Mas. Setelah melewati bawah jembatan rel maka kita akan menjumpai Kantor Gubernur Jawa Timur berwarna putih yang menjadi pusat kegiatan pemerintahan sejak zaman Hindia Belanda hingga kini.
Jl.Pahlawan di depan gedung Bank Mandiri, gedung P2T dan gedung PT.Pelni
jembatan rel KA dan Kantor Gubernur (menara putih)

    Kami kemudian menuju Taman Tugu Pahlawan. Tugu Pahlawan merupakan sebuah monumen berbentuk seperti paku terbalik yang dibangun untuk mengenang pertempuran rakyat Surabaya berjuang melawan Sekutu pada 10 November 1945, yang sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan. Tugu ini diresmikan pada tanggal 10 November 1952 oleh Presiden Soekarno. Memasuki area taman kita akan melihat patung sang Proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta. Sementara di sekeliling taman juga terdapat patung Gubernur Soerjo, Doel Arnowo dan Bung Tomo di sebelah barat, patung HR.Muhammad, Mayjend. Sungkono dan Residen Sudirman di sebelah timur. Selain itu juga terdapat mobil Bung Tomo, mortir, tank dan meriam.
patung Proklamator di pintu masuk taman
meriam rampasan dari sekutu pada pertempuran 10 November

    Di belakang Tugu Pahlawan terdapat  sebuah museum yang dibuat turun ke bawah tanah dengan bangunan berbentuk limas segi empat. Di museum 2 lantai ini kita dapat melihat koleksi foto dan gambar perjuangan dan perkembangan kota surabaya, serta dokumentasi pembangunan Tugu Pahlawan. Di lantai bawah kita dapat mendengar langsung  rekaman pidato Bung Tomo dan juga melihat pemutaran video yang bercerita tentang pertempuran 10 November. Sementara di lantai atas memamerkan persenjataan yang digunakan dalam pertempuran tersebut, serta diaroma statis yang dilengkapi dengan audio.
lantai bawah museum
lantai atas museum

    Taman Tugu Pahlawan ini cukup ramai dikunjungi warga Surabaya pada hari minggu. Ada yang hanya sekedar berolahraga dan berkumpul bersama keluarga di area taman, namun tidak sedikit juga yang berkunjung ke museum untuk melihat sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Saya tidak begitu lama berada di Tugu Pahlawan, karena sebelum pukul 9:15 saya sudah harus menaiki KA Cepu Expres untuk kembali ke Cepu. Pukul 8:50 Ekak mengantar saya menuju ke Stasiun Pasar Turi yang hanya berjarak 500 meter dari Tugu Pahlawan.
ramai warga yang berkunjung di Taman Tugu Pahlawan
menuju Stasiun Pasar Turi

    Ekak mengantar saya hingga pintu masuk area stasiun dan saya mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Ada satu yang menarik di halaman stasiun yaitu lokomotif tua bernomor B.1239 yang bentuknya kecil dan unik. Sesekali lokomotif itu mengeluarkan bunyi peluit khas kereta tua. Saya langsung masuk peron setelah petugas memeriksa tiket dan mengecek identitas diri. Tak lama setelah masuk ke gerbong penumpang, kereta api Cepu Expres pun berangkat tepat pukul 9:15. 
Ekak yang mengantar saya hingga depan stasiun
lokomotif tua di halaman stasiun

    Hampir semua tempat duduk terisi oleh penumpang karena kereta ini juga melayani perjalanan hingga Stasiun Semarang Poncol. Saya menghabiskan waktu di kereta untuk berbincang dengan penumpang sebelah saya, sambil sesekali melihat pemandangan di luar. Tak terasa 4 stasiun pemberhentian terlewati dan saya tiba di Stasiun Cepu. Saya pulang ke asrama dengan motor mas saya yang sudah terparkir di stasiun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar